Masjid Jami As-Salafiyah yang berhimpit dengan salah satu pendiri kota Jakarta, Pangeran Ahmad Djakerta, kerap dikunjungi peziarah, apalagi pada bulan Suro, Ramadan dan hari ulang tahun Jakarta. Banyak motif dari peziarah mulai dari jalan-jalan hingga berharap mendapat barokah.
Menurut salah seorang peziarah, Ali Bahrudin (55), dia mengaku berziarah untuk mencari ilmu kebatinan selain silahturahmi dengan leluhur.
"Saya silaturahmi dengan leluhur yang sudah meninggal karena yang mati jasadnya, rohnya kan tetap hidup. Timbal baliknya saya menerima karomah atau ilmu yang dapat digunakan untuk menolong orang lain," kata Ali Bahrudin usai membaca tahlil dan salawat di depan makam Pangeran Djakerta.
Akibat ilmu yang diperolehnya, Bahrudin kerap diminta menyembuhkan orang lain. "Banyak yang datang ke saya yang minta tolong. Ya saya bantu. Namun saya tidak membikin papan nama atau iklan di koran. Saya bukan dukun," elaknya.
Dia juga mengaku dengan seringnya berziarah dari makam satu ke makam lainnya, ilmunya makin meningkat. "Bahkan ada calon gubernur dan para pejabat yang minta tolong ke saya biar lancar," aku Bahrudin.
Sedangkan peziarah dari Tangerang, Marhani (27), mengaku ilmu atau kemudahan setelah berziarah hanya efek positif dari keikhlasan berdoa. "Saya ke sini hanya ingin berziarah. Kata pak kiai mendoakan yang meninggal tidak ada salahnya, siapa tahu dapat berkah. Itu efek positifnya saja. Tapi saya tidak mengejar itu kok. Saya ikhlas. Saya sengaja mencari waktu yang sepi, karena kalau ramai tidak konsentrasi," ujar dia.
Akan tetapi Iwan (26) dari Tangerang mengaku hanya jalan-jalan menghabiskan waktu puasa. "Saya ke sini jalan-jalan saja, menghabiskan waktu puasa. Lagian saya libur. Daripada tidak ngapa-ngapain," kata Iwan yang bekerja sebagai sales produk rumah tangga.
sumber : detik.com
|